Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, dan kesadaran serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
Tenaga Pendamping Profesional yang selanjutnya disingkat TPP adalah sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang pendampingan pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang direkrut oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembangunan Desa dan Perdesaan, Pemberdayaan Masyarakat Desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi yang terdiri dari :
A. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang selanjutnya disingkat TAPM adalah TPP yang memiliki wilayah kerja di kabupaten/kota, provinsi, dan pusat.
B. Pendamping Desa yang selanjutnya disingkat PD adalah TPP yang memiliki wilayah kerja di kecamatan.
C. Pendamping Lokal Desa yang selanjutnya disingkat PLD adalah TPP yang memiliki wilayah kerja di Desa.
D. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa yang selanjutnya disingkat KPMD adalah unsur masyarakat Desa yang dipilih oleh Desa dan ditetapkan oleh kepala Desa untuk menumbuhkan dan mengembangkan, serta menggerakan prakarsa, partisipasi, dan swadaya gotong royong.
TATA CARA PENDAMPINGAN MASYARAKAT DESA OLEH PENDAMPING DESA
A. Prinsip Pendampingan
1. Prinsip kemanusiaan, bahwa Pendampingan Masyarakat Desa dilakukan dengan mengutamakan pemenuhan hak dasar, serta harkat dan martabat Masyarakat Desa.
2. Prinsip keadilan, bahwa Pendampingan Masyarakat Desa dilakukan dengan mengutamakan pemenuhan hak dan kepentingan seluruh warga Desa tanpa membeda-bedakan atau nondiskriminasi.
3. Prinsip kebhinekaan, bahwa Pendampingan Masyarakat Desa diselenggarakan dengan mengakui dan menghormati keanekaragaman, baik keanekaragaman pilihan, pendapat, dan identitas Masyarakat Desa maupun keanekaragaman budaya dan kearifan Desa sebagai pembentuk kesalehan sosial berdasarkan nilai kemanusiaan universal.
4. Prinsip keseimbangan alam, bahwa Pendampingan Masyarakat Desa diselenggarakan dengan mengutamakan perawatan bumi yang lestari untuk keberlanjutan kehidupan manusia.
5. Prinsip kepentingan nasional, bahwa Pendampingan Masyarakat Desa diselenggarakan dengan mengutamakan pelaksanaan kebijakan strategis nasional untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
B. Asistensi Kegiatan Pendampingan Masyarakat Desa dilaksanakan dengan membantu dan/atau memberikan pendampingan secara intensif, baik kepada individu masyarakat desa ataupun kelembagaan desa dalam pengelolaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Dengan demikian, TPP bertugas memberikan bantuan dalam pengelolaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, baik kepada individu masyarakat desa, ataupun pada kelembagaan desa.
Dalam konteks pengelolaan pembangunan Desa, TPP membantu masyarakat dan kelembagaan Desa, mulai dari Pendataan Desa, Perencanaan Pembangunan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, sampai pertanggungjawaban Pembangunan Desa.
Sedangkan dalam kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa, TPP bertugas membantu; pengembangan kapasitas masyarakat dan Pemerintahan Desa dalam Pembangunan Desa, penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa, penguatan kelembagaan Desa dinamis, serta penguatan budaya Desa adaptif.
Sehingga, melalui kegiatan asistensi pendampingan, akan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas Pendataan Desa sebagai dasar Perencanaan Pembangunan Desa, mempertajam arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa yang sesuai dengan kondisi objektif Desa, memfokuskan arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa pada pencapaian SDGs Desa, mengembangkan prakarsa dan aspirasi masyarakat dalam Pembangunan Desa, meningkatkan swadaya dan gotong royong masyarakat, mengonsolidasikan kepentingan bersama, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, serta meningkatkan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa sesuai dengan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.
C. Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam kegiatan Pendampingan Masyarakat Desa merupakan aktivitas atau proses untuk menentukan, mengelompokkan, mengatur dan membentuk pola-pola hubungan kerja dari para pihak yang terlibat dalam Pendampingan Masyarakat Desa. Konsep pengaturan dalam pengorganisasian tidak hanya terbatas pada sumber daya manusia tetapi juga mencakup sumber-sumber
daya lain yang dimiliki Desa. Dalam konteks pengorganisasian, TPP memfasilitasi pembentukan forum dan lembaga-lembaga di Desa sebagai arena pusat pembelajaran masyarakat melalui langkah-langkah berikut:
1. fasilitasi pembentukan pusat kemasyarakatan (community center) dengan melibatkan berbagai pihak sebagai ruang publik untuk aktivitas bersama;
2. fasilitasi pendayagunaan sarana/prasarana milik Desa seperti balai Desa, gedung olah raga, gedung pertemuan, lapangan olah raga, taman dan lain-lain sebagai tempat diselenggarakannya kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan dengan melibatkan berbagai kader yang ada di Desa;
3. fasilitasi unsur-unsur masyarakat seperti tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok perajin, kelompok perempuan, dan kelompok masyarakat miskin untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan di pusat kemasyarakatan yang diorganisir oleh kader-kader Desa;
4. fasilitasi terbentuknya forum mitra Desa dengan kader-kader Desa sebagai motor penggerak. Mitra Desa terdiri dari para pegiat intra maupun eksternal Desa untuk secara sukarela terlibat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Fasilitasi forum mitra Desa juga dilakukan bersama-sama dengan berbagai kader yang ada di Desa untuk membentuk pusat kemasyarakatan (community center) di kecamatan dan/atau kabupaten/kota;
5. fasilitasi forum mitra Desa bersama-sama dengan berbagai kader-kader yang ada di Desa untuk membuat kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat seperti penerapan ilmu keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi tepat guna dan/atau seni tertentu untuk menunjang pengembangan konsep pembangunan daerah;
6. fasilitasi kegiatan kemitraan dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) dengan melibatkan para kader yang ada di Desa; dan
7. fasilitasi kegiatan-kegiatan lain yang strategis dalam rangka pengembangan pusat kemasyarakatan (community center) sesuai dengan kondisi lokal Desa.
D. Pengarahan
Kegiatan pendampingan masyarakat Desa dilakukan dengan cara memberikan arah pengelolaan pembangunan, mulai dari Pendataan Desa, Perencanaan Pembangunan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, sampai pertanggungjawaban Pembangunan Desa, serta pemberdayaan masyarakat Desa, mulai dari pengembangan kapasitas masyarakat dan Pemerintahan Desa dalam Pembangunan Desa, penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa, penguatan kelembagaan Desa dinamis, serta penguatan budaya Desa adaptif. Selain itu, pendamping berperan besar dalam mengarahkan pemanfaatan Dana Desa sesuai dengan Peraturan Menteri Desa tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa.
Cara pendampingan ini, dilakukan oleh TPP dengan cara persuasif, dengan demikian, kemampuan kapasitas kepemimpinan, komunikasi, pemetaan sosial dan daya motivasi TPP sangat menentukan dalam pengarahan pengelolaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa.
E. Fasilitasi
Kegiatan fasilitasi oleh TPP dalam pendampingan masyarakat Desa, dilakukan dalam lingkup berikut:
1. Fasilitasi Pembangunan Desa
a. pendataan dan pemutakhiran data Desa secara komprehensif sebagai
sumber penyusunan rencana Pembangunan Desa;
b. perencanan Pembangunan Desa Partisipatif, yang melibatkan
masyarakat mulai tahap Musyawarah Desa, Musyawarah Desa
perencanaan, pelaksanaan pembangunan maupun pengawasannya
oleh masyarakat. Tahapan perencanaan yang menjadi fokus fasilitasi
adalah penyusunan dokumen RPJMDes, RKPDes, APBDes;
c. pelaksanaan Pembangunan Desa, yang dimulai dari tahap pengadaan
barang/jasa, pencairan dan penyaluran dana, pelaksanaan kegiatan,
pengadministrasian hingga pertanggungjawaban;
d. penatausahaan keuangan Desa, sebagai upaya untuk mewujudkan
prinsip akuntabilitas dan transparansi.
e. pembangunan Perdesaan, sebagai upaya mewujudkan konektivitas
dan kerja sama antar Desa;
f. peningkatan status perkembangan Desa;
g. peningkatan akuntabilitas dan tansparansi Desa, melalui
pengembangan SID, media informasi Desa seperti baliho, bulletin,
media sosial, atau publikasi lainnya; dan
h. penyusunan regulasi Desa.
2. Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat Desa
a. penataan kelembagaan masyarakat Desa agar berfungsi secara baik dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, termasuk didalamnya pengembangan jaringan kerjasama Desa;
b. pengembangan usaha masyarakat meliputi pembukaan akses kegiatan ekonomi produktif;
c. peningkatan pendapatan masyarakat Desa; dan
d. pengembangan ruang publik dan lingkungan sosial.
3. Fasilitasi Peningkatan Kapasitas dan Kaderisasi Masyarakat
a. peningkatan kesadaran, pengetahuan, sikap, keterampilan, dan
perilaku untuk membangun diri serta lingkungan secara mandiri;
b. kaderisasi, melalui pelatihan dan pengikutsertaan masyarakat dalam berbagai kegiatan Pembangunan Desa; dan
c. pembelajaran sosial dari pengalaman, praktek dan kerja nyata dalam Pembangunan Desa.
4. Fasilitasi Pengembangan Ekonomi Lokal dan BUM Desa/BUM Desa Bersama
a. pemetaan potensi perekonomian Desa;
b. penentuan bidang usaha BUM Desa/ BUM Desa Bersama
c. pendirian dan pengembangan BUM Desa/ BUM Desa Bersama;
d. peningkatan kapasitas pengurus kelembagaan ekonomi Desa dan BUM Desa/ BUM Desa Bersama;
e. penguatan manajemen unit usaha ekonomi Desa;
f. pengembangan kerja sama usaha;
g. pengembangan jaringan pemasaran;
h. konsolidasi produk barang dan/atau jasa masyarakat Desa;
i. inkubasi usaha masyarakat Desa oleh BUM Desa/ BUM Desa Bersama;
j. stimulasi dan dinamisasi usaha ekonomi masyarakat Desa;
k. peningkatan kemanfaatan dan nilai ekonomi kekayaan budaya, religiusitas, dan sumber daya alam; dan
l. peningkatan nilai tambah atas aset Desa dan pendapatan asli Desa.
5. Fasilitasi Penanganan Pengaduan dan Masalah Penanganan pengaduan dan masalah, difasilitasi penyelesaiannya oleh TPP dengan mengutamakan musyawarah mufakat. Masyarakat Desa atau Pemerintah Desa harus diberi ruang untuk mengenali masalahnya dan merumuskan tindakan penyelesaian secara mandiri, serta diberikan ruang pengaduan masalah berkaitan dengan Pendampingan Masyarakat desa.
F. Pendampingan dalam Kondisi Kejadian Luar Biasa dan Bencana Pendampingan Masyarakat Desa dalam kondisi kejadian luar biasa dan bencana dilakukan dengan metode yang berbeda dari pendampingan reguler. Sehingga TPP harus memiliki kemampuan berpikir dan bertindak cepat untuk membantu diri sendiri dan masyarakat Desa. Untuk itu, TPP memiliki tugas sebagai berikut:
1. menginisiasi dan mengorganisir masyarakat terdampak, untuk secepatnya berupaya menyelamatkan diri dari ancaman kejadian luar biasa dan bencana ke lokasi yang aman;
2. membantu memfasilitasi masyarakat dan Pemerintah Desa untuk segera memperoleh bantuan dari lembaga pemerintahan maupun nonpemerintahan yang terkait dengan penanggulangan kejadian luar biasa dan bencana;
3. melakukan identifikasi dan pendataan cepat terhadap dampak kejadian luar biasa dan bencana, baik terhadap manusia maupun terhadap fasilitas publik Desa;
4. melaporkan kejadian luar biasa dan bencana kepada BPSDM, Kementerian
secepatnya baik secara lisan maupun tertulis melalui catatan kronologis kejadian sederhana serta dilampiri bukti-bukti pendukung yang cukup;
5. melakukan koordinasi dengan instansi terkait di kabupaten/kota termasuk aparat keamanan;
6. mengidentifikasi dan memfasilitasi tokoh-tokoh masyarakat untuk membantu meneruskan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam rangka penanganan kejadian luar biasa dan bencana alam;
7. memfasilitasi Pemerintah Desa untuk melakukan penghentian sementara dan/atau melanjutkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa di lokasi kejadian luar biasa dan bencana, dengan tetap memperhatikan tingkat ancaman kejadian luar biasa atau bencana tersebut terhadap manusia maupun fasilitas publik Desa;
8. melakukan langkah mitigasi melalui kerja sama dengan berbagai pihak; dan
9. melaporkan pelaksanaan tugas TPP dalam penanganan kejadian luar biasa
dan bencana melalui aplikasi Daily Report Pendamping Desa.
Kedudukan TPP dalam Pendampingan Masyarakat Desa adalah sebagai berikut:
1. TPP adalah sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang pengelolaan pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa;
2. Kedudukan dan wilayah kerja TPP sebagai berikut:
a. PLD adalah TPP dengan jenjang tingkatan tenaga terampil pemula yang berkedudukan dan berwilayah kerja di Desa;
b. PD adalah TPP dengan jenjang tingkatan tenaga terampil pelaksana yang berkedudukan dan berwilayah kerja di kecamatan;
c. Pendamping Teknis adalah TPP dengan jenjang tingkatan tenaga terampil pelaksana yang berkedudukan dan berwilayah kerja di kecamatan;
d. TAPM Kabupaten/Kota adalah TPP dengan jenjang tingkatan tenaga terampil mahir yang berkedudukan dan berwilayah kerja dikabupaten/kota;
e. TAPM Provinsi adalah TPP dengan jenjang tingkatan tenaga terampil penyelia pratama yang berkedudukan dan berwilayah kerja di provinsi; dan
f. TAPM Pusat adalah TPP dengan jenjang tingkatan tenaga terampil penyelia madya yang berkedudukan di Jakarta dengan wilayah kerja nasional.
3. TPP direkrut dan menjadi bagian dari pegawai Kementerian yang bertugas membantu menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembangunan Desa dan Perdesaan, Pemberdayaan Masyarakat Desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi; melaksanakan Pendampingan Masyarakat Desa; serta mengimplementasi kebijakan Kementerian;
4. TPP direkrut dan ditugaskan dengan mempertimbangkan tempat domisili yang bersangkutan, dengan rincian berikut:
a. PLD diutamakan penduduk Desa setempat dan/atau penduduk Desa yang berbatasan dengan Desa tempat bertugas;
b. PD diutamakan penduduk Desa di kecamatan setempat dan/atau
penduduk Desa di kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan tempat bertugas
c. Pendamping Teknis (PT) diutamakan penduduk Desa di kecamatan setempat dan/atau penduduk Desa di kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan tempat bertugas;
d. TAPM Kabupaten/Kota diutamakan penduduk kabupaten setempat;
e. TAPM Provinsi diutamakan penduduk provinsi setempat; dan
f. TAPM Pusat merupakan penduduk Indonesia yang berdomisili di wilayah Jabodetabek, dan dibuktikan dengan surat keterangan domisili dari desa/kelurahan setempat.
5. TPP berada di bawah koordinasi dan bertanggung jawab kepada Menteri; dan
6. Posisi dan lokasi tugas TPP ditetapkan oleh Menteri yang pelaksanaannya didelegasikan kepada kepala BPSDM.
ETIKA PROFESI TENAGA PENDAMPING PROFESIONAL
1. Kode Etik
a. Kewajiban
Dalam menjalankan peranan dan fungsinya sebagai seorang profesional, TPP berkewajiban untuk:
1) bertekad, yakin, antusias, bersemangat, dan berdedikasi tinggi
mewujudkan pencapaian tujuan SDGs Desa, serta tujuan program dan kegiatan sektoral Kementerian;
2) mengawal kebijakan Kementerian terhadap Desa disetiap proses melalui fasilitasi dan asistensi;
3) tunduk pada kebijakan Kementerian yang berkaitan dengan pendayagunaan TPP;
4) menghormati serta menjunjung tinggi tata nilai dan adat istiadat yang
berlaku di masyarakat Desa;
5) memiliki keinginan, kehendak, komitmen yang kuat untuk melibatkan
diri secara aktif dalam upaya menemukenali dan memecahkan masalah pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa;
6) memiliki keinginan, kehendak, komitmen yang kuat untuk memfasilitasi Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat Desa secara mandiri dalam menemukenali dan memecahkan masalah pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa;
7) jujur dan proaktif memberikan informasi yang akurat, terkini, dan lengkap tentang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa kepada Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat Desa;
8) konsisten bertindak sesuai dengan pesan yang dikomunikasikannya kepada Pemerintah Desa, anggota BPD dan masyarakat Desa.
9) mematuhi aturan yang berlaku dan menghindarkan diri dari berbagai kepentingan pribadi/kelompok/golongan yang dapat mempengaruhi kualitas pendampingan.
10) membangun upaya kebersamaan, kemitraan dan persatuan serta tidak memicu munculnya konflik, perpecahan, provokasi dan diskriminasi;
11) berupaya menyelesaikan konflik serta menangani pengaduan melalui
cara musyawarah yang transparansi dan akuntabel untuk pencapaian konsensus;
12) memiliki keberpihakan dan kepedulian yang tinggi kepada ketidakberdayaan kelompok marginal dan rentan;
13) memiliki komitmen yang kuat untuk mempelajari hal-hal baru yang terkait dengan pekerjaannya, berorientasi pada masa depan (visioner),
dan kaya ide-ide baru dalam menjalankan tugas sebagai pendamping masyarakat Desa;
b. Larangan
Dalam menjalankan peranan dan fungsinya sebagai seorang profesional, TPP dilarang:
1) melakukan tindakan pidana, kekerasan fisik, psikis dan seksual;
2) melakukan tindakan tercela dan bertentangan dengan norma kesusilaan yang dapat mencemarkan nama baik Kementerian;
3) menggunakan dan mengedarkan Narkoba;
4) memalsukan data, informasi dan dokumen pendampingan;
5) menyalahgunakan data dan/atau informasi yang dimiliki untuk hal-hal di luar tugas dan dapat merugikan kepentingan masyarakat Desa;
6) menyebarkan fitnah, hasutan, propaganda dan/atau provokasi negatif;
7) menyebarkan provokasi negatif terhadap kebijakan kementerian dan pelaksanaan pendampingan masyarakat desa dalam bentuk tulisan, foto, gambar, audio dan video di semua jenis media;
8) menyalahgunakan atribut Kementerian untuk kepentingan lain di luar kepentingan Kementerian dan pendampingan masyarakat Desa;
9) menyalahgunakan posisi untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri dan/atau orang lain;
10) meminta dan menerima uang, barang, dan/atau imbalan atas pekerjaan dan/atau kegiatan dalam melaksankan tugas pokok dan Fungsinya sebagai pendamping;
11) bertindak sebagai pemborong, suplier, perantara perdagangan, maupun menunjuk salah satu suplier atau berfungsi sebagai perantara yang dapat menimbulkan konflik kepentingan di wilayah.
dampingannya serta membantu secara teknis pembuatan laporan pertanggungjawaban Desa;
12) bertindak sebagai juru bayar, menerima titipan uang, atau merekayasa pembayaran atau administrasi atas Pemerintah Desa;
13) memaksakan kehendak atas suatu usulan kegiatan dalam perencanaan Pembangunan Desa selama melaksanakan tugas pendampingan;
14) melakukan rekayasa APB Desa untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kelompok;
15) membiarkan dan menutupi proses penyimpangan yang terjadi secara sengaja dalam pelaksanaan Pembangunan Desa yang mengakibatkan kerugian masyarakat dan negara; dan
16) melakukan pekerjaan yang mendapat imbalan dan beresiko mengurangi jam kerja pendampingan;
17) menjabat dalam kepengurusan partai politik; dan
18) menduduki jabatan pada lembaga yang sumber pendanaan utamanya berasal dari APBN, APBD dan APB Desa.
c. Etika Hubungan Kerja
1) Etika Hubungan dengan Pihak yang Didampingi
a) berinteraksi dengan penuh komitmen, tanggung jawab, dan jujur
dilandasi sikap saling menghormati dan menghargai;
b) bersikap dan berperilaku sopan, sabar, dan tenang dalam memberikan edukasi, bimbingan, mendengarkan dan merespon pendapat, gagasan, dan pertanyaan dari Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat Desa;
c) mendampingi secara langsung dan bekerja bersama dengan kepala Desa, BPD dan masyarakat Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,dan pertanggungjawaban Pembangunan Desa;
d) proaktif terhadap pemenuhan hak dan kebutuhan Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat Desa secara profesional, adil, tanpa diskriminasi;
e) proaktif dalam memotivasi pihak yang didampingi untuk menjalankan kewajibannya; dan
f) membuka ruang yang luas atas perbedaan pendapat dan pilihan masyarakat secara mandiri untuk peningkatan kualitas hidup.
Penanganan Pelanggaran
1) Prinsip Penanganan Pelanggaran
a) adil, penanganan dilakukan secara seimbang, dengan memberikan hak jawab kepada pihak yang diduga melakukan pelanggaran untuk memberikan alasan/sanggahan terhadap dugaan pelanggaran yang diadukan;
b) rahasia, penanganan dilakukan secara tertutup melalui proses klarifikasi maupun pembuktian dengan merahasiakan identitas pelapor/pengadu;
c) obyektif, penanganan mendasarkan pada bukti-bukti dan dilakukan uji silang untuk memperoleh kebenaran;
d) akuntabel, seluruh tahapan proses dan hasil penanganan harus dapat dipertanggungjawabkan;
e) proporsional, penanganan harus sesuai dengan cakupan dugaan pelanggaran berdasarkan bukti-bukti yang ada; dan
f) efektif, penanganan dilakukan secara cepat, tepat dan akurat.
2) Tim Penanganan Pelanggaran
a) Setiap adanya dugaan pelanggaran oleh TPP dilakukan klarifikasi dan pembuktian oleh Tim Penanganan Pelanggaran;
b) Tim Penanganan Pelanggaran atas dugaan pelanggaran oleh PLD terdiri dari TAPM Kabupaten/kota di atasnya sebagai koordinator, serta PD dan/atau PT di atasnya sebagai anggota;
c) Tim Penanganan Pelanggaran atas dugaan pelanggaran oleh PD dan pendamping teknis terdiri dari TAPM Provinsi di atasnya sebagai koordinator dan TAPM Kabupaten/Kota di atasnya sebagai anggota;
d) Tim Penanganan Pelanggaran atas dugaan pelanggaran oleh TAPM Kabupaten/kota terdiri dari TAPM Pusat bidang Penanganan Pengaduan Masalah dan Advokasi sebagai koordinator dan TAPM Provinsi di atasnya sebagai anggota;
e) Tim Penanganan Pelanggaran atas dugaan pelanggaran oleh TAPM Provinsi terdiri dari Aparatur Sipil Negara BPSDM sebagai koordinator dan TAPM Pusat bidang Penanganan Pengaduan Masalah dan Advokasi sebagai anggota; dan
f) Tim Penanganan Pelanggaran atas dugaan pelanggaran oleh TAPM Pusat terdiri dari Aparatur Sipil Negara BPSDM.
3) Tahapan Penanganan Pelanggaran
a) Penugasan Tim Penanganan Pelanggaran
i. Penugasan Tim Penanganan Pelanggaran atas dugaan pelanggaran oleh PLD menjadi kewenangan dan ditetapkan oleh koordinator TAPM Kabupaten/kota;
ii. Penugasan Tim Penanganan Pelanggaran atas dugaan pelanggaran oleh PD menjadi kewenangan dan ditetapkan oleh Koordinator TAPM Provinsi;
iii. Penugasan Tim Penanganan Pelanggaran atas dugaan pelanggaran oleh TAPM Kabupaten/kota menjadi kewenangan dan ditetapkan oleh Koordinator TAPM Pusat;
iv. Penugasan Tim Penanganan Pelanggaran atas dugaan pelanggaran oleh TAPM Provinsi dan TAPM Pusat menjadi kewenangan dan ditetapkan oleh BPSDM.
v. Penugasan Tim Penanganan Pelanggaran selambat-lambatnya dilakukan 2 hari kerja sejak informasi dan/atau laporan dugaan pelanggaran diterima yang dapat dipertanggungjawabkan;
vi. Surat penugasan diterima oleh Tim Penanganan Pelanggaran selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah ditandatangani
vii. Surat penugasan Tim Penanganan Pelanggaran yang dikeluarkan TPP dilaporkan kepada BPSDM dan dimasukkan dalam Daily Report Pendamping Desa TPP yang menugaskan.
viii. Surat penugasan Tim Penanganan Pelanggaran yang dikeluarkan BPSDM dilaporkan kepada Menteri.
b) Mekanisme penanganan pelanggaran:
i. Tim Penanganan Pelanggaran bekerja paling lama 10 hari kerja sejak perintah penugasan diterima;
ii. Tim Penanganan Pelanggaran mengumpulkan alat bukti dugaan pelanggaran;
iii. Tim Penanganan Pelanggaran secara aktif melakukan koordinasi dan meminta pendapat terkait masalah yang ditangani kepada Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Kecamatan dan Pemerintah Desa;
iv. Tim Penanganan Pelanggaran mengadakan forum klarifikasi dan pembuktian dengan menghadirkan terduga serta saksi-saksi;
v. forum klarifikasi dilakukan di kantor kecamatan, kantor TAPM Kabupaten/kota, kantor TAPM provinsi, dan/atau Kantor Kementerian.
vi. Tim Penanganan Pelanggaran menyampaikan undangan kepada terduga dan saksi-saksi selambat-lambatnya 1x24 jam sebelum dilakukan forum klarifikasi dan pembuktian;
vii. Dalam hal terduga dan/atau saksi tidak menghadiri undangan forum klarifikasi dan pembuktian, maka Tim Penanganan Pelanggaran menjadwalkan kembali forum klarifikasi dan pembuktian maksimal 1 (satu) kali dan undangan selambat-lambatnya disampaikan 1x24 jam sebelum jadwal forum klarifikasi dan pembuktian;
viii. Dalam hal terduga dan/atau saksi-saksi tidak menghadiri forum klarifikasi dan pembuktian hingga penjadwalan kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, Tim Penanganan Pelanggaran dapat mengambil kesimpulan atas penanganan pelanggaran tanpa klarifikasi terduga dan/atau keterangan saksi;
ix. Dalam hal terduga dan/atau saksi-saksi tidak dapat menghadiri forum klarifikasi dan pembuktian hingga penjadwalan kedua dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka Tim Penanganan Pelanggaran dapat menjadwalkan kembali dengan mempertimbangkan dugaan pokok pelanggaran dan/atau kondisi wilayah
setempat;
x. Tim Penanganan Pelanggaran menganalisa dan menguji bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi untuk menilai validitas bukti dan keterangan saksi;
xi. Tim Penanganan Pelanggaran menyimpulkan hasil forum klarifikasi dan pembuktian yang dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani koordinator dan anggota tim;
xii. Tim Penanganan Pelanggaran menyampaikan berita acara kepada terduga sebagai pemberitahuan dan kepada BPSDM untuk ditindaklanjuti selambat-lambatnya 2 hari kerja setelah penetapan berita acara;
xiii. Koordinator Tim Penanganan Pelanggaran melalui BPSDM memasukkan seluruh data dan informasi terkait penanganan pelanggaran ke dalam Loker Elektronik dan dicatatkan dalam Daily Report Pendamping Desa milik terduga.
xiv. BPSDM menyediakan waktu sanggah kepada terduga selama
7 hari kerja sejak diterimanya Berita Acara penetapan dari Tim Penanganan Pelanggaran;
xv. Terhadap sanggahan yang disampaikan terduga, BPSDM dapat melakukan pemanggilan kepada terduga untuk meminta klarifikasi lanjutan selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah sanggahan diterima BPSDM;
xvi. Dalam hal terduga tidak melakukan sanggahan sesuai waktu
yang diberikan, BPSDM dapat langsung menindaklanjuti kesimpulan Tim Penanganan Pelanggaran;
#PendampingDesa